MENGENAL PEMIKIRAN TEORI EMILE DURKHEIM

MAKALAH
MENGENAL PEMIKIRAN EMILE DURKHEIM
OLEH :
MUHAMMAD YUSUF ISNAINI
(200521100100)

DOSEN PENGAMPU:
IBU AMINAH DEWI RAHMAWATI, S.Sos, M.Si

PRODI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA


KATA PENGANTAR 
 Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah TOKOH PEMIKIRAN EMILE DURKHEIM ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu AMINAH DEWI RAHMAWATI, S.Sos, M.Si pada mata kuliah Pengantar Sosiologi. Selain itu, makalah ini untuk menambah wawasan tentang Pemikiran Emile Durkheim bagi para pembaca dan penulis. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini. Saya juga menyadari, makalah ini saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini. 
 BAB 1 
PENDAHULUAN 
 1.1 LATAR BELAKANG 

Durkheim dianggap sebagai “bapak” sosiologi modern, karena usaha-usahanya menjadikan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang baru. Ia percaya bahwa masyarakat dapat mempelajari secara ilmiah. Ia menolak pendekatan individual dalam memahami fenomena dalam masyarakat dan lebih memilih pendekatan secara sosial. Oleh karena itu ia juga berusaha memperbaiki metode berpikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pada pemikiran logika filosofi tetapi sosiologi. Menurut DURKHEIM, masyarakat dibentuk oleh “fakta sosial” yang melampaui pemahaman intuitif kita dan mesti diteliti melalui observasi dan pengukuran. Ide tersebut adalah inti dari sosiologi yang menyebabkan Durkheim dianggap sebagai “bapak” sosiologi. Meskipun istilah sosiologi telah dilahirkan Auguste Comte beberapa tahun sebelumnya, namun belum ada lapangan sosiologi yang berdiri sendiri dalam universitas pada akhir abad ke-19. Belum ada sekolah, departemen, apalagi professor dalam bidang sosiologi. Tantangan yang signifikan dari sosiologi adalah filsafat dan psikologi, dua ranah ilmu ini mengklaim melingkupi ranah yang ingin diduduki sosiologi. Cita-cita Durkheim terhadap sosiologi sekaligus menjadi dilemanya adalah menjadikan sosiologi menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri dan merupakan ranah yang bisa diidentifikasi Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim berpendapat bahwa sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian empiris. Ia merasa terancam oleh aliran filsafat yang terdapat dalam sosiologi itu sendiri. Dalam pandangannya, tokoh utama lainnya seperti Auguste comt dan Herbert Spencer, keduanya lebih memilih perhatian pada filsafat, dalam teori abstrak kemudian mereka mempelajari dunia sosial secara empiris. Jika ranah ini diteruskan berdasarkan arah yang disusun oleh Comte dan Spencer, Durkheim khawatir, ranah ilmu ini tidak akan lebih dari sekedar sebuah cabang filsafat. Artinya, Durkheim merasa terlalu berpegang pada ide yang ada tentang fenomena sosial, dan bukanya pada studi atas dunia riil secara aktual. Ia menganggap Comte masih keliru karena telah mengandaikan secara teoritis bahwa dunia sosial selalu bergerak menuju kondisi masyarakat yang kian lama kian sempurna bukannya melakukan kerja ilmiah yang sungguh-sungguh, ketat, dan mendasar dalam mengkaji perubahan hakikat berbagai masyarakat. Spencer pun juga begitu, dia dianggap mengandaikan begitu saja adanya harmoni dalam masyarakat, dan bukannya mengkaji apakah harmoni itu benar benar ada atau tidak. 

 1.2 RUMUSAN MASALAH 

 1. Bagaimana biografi Emile Durkheim?

 2. Apa saja teori yang dikembangkan Emile Durkheim? 

1.3 TUJUAN PENULISAN 

 1. Agar pembaca mengetahui biografi tokoh Emile Durkheim. 

2. Agar mengetahui teori teori Emile Durkheim. 

 BAB II 
PEMBAHASAN 

 2.1 Biografi Emile Durkheim 

Emile Durkheim lahir pada tanggal 15 April 1858 di Epinal, Prancis. Ia keturunan pendeta Yahudi dan ia sendiri belajar untuk menjadi pendeta. Tetapi, ketika berumur 10 tahun ia menolak menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis ketimbang teologis. Ia bukan hanya kecewa terhadap pendidikan agama, tetapi juga pendidikan masalah kesusastraan dan estetika ia juga mendalami metodelogi ilmiah dan prinsip moral yang diperlukan untuk menuntun kehidupan sosial. Ia menolak karir tradisional dalam filsafat dan berupaya mendapatkan pendidikan ilmiah yang dapat disumbangkan untuk pedoman moral masyarakat. Meski kita tertarik pada sosiologi ilmiah tetapi waktu itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga antara 1881-1887 ia mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris. Hasratnya terhadap ilmu makin besar ketika dalam perjalanan ke Jerman ia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Willhelm Wundt. Beberapa tahun sesudah kunjungannya ke Jerman, Durkheim menerbitkan sejumlah buku diantaranya adalah tentang pengalamanya selama di Jerman. Penerbitan buku itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di jurusan Filsafat Universitas Bordeaux tahun 1887. Disinilah Durkheim pertama kali memberikan kuliah ilmu sosial di Universitas Prancis. Ini adalah sebuah prestasi istimewah karena hanya berjarak satu dekade sebelumnya kehebohan meledak di Universitas Prancis karena nama Auguste Comte muncul dalam disertasi seorang mahasiswa. Tanggung jawab utama Durkheim adalah mengajarkan pedagogik disekolah pengajar dan kuliahnya yang terpenting adalah di bidang pendidikan moral. Tujuan instruksional umum mata kuliahnya adalah akan diteruskan kepada anak anak muda dalam rangka membantu menanggulangi kemerosotan moral yang dilihatnya terjadi ditengah masyarakat Prancis. Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktornya. The devision of Labor in Society dalam bahasa Prancis dan tesisnya tentang Montesquieu dalam bahasa latin. Buku metodelogi utamanya, The rules of Sociological Method, terbit tahun 1895 diikuti (tahun 1897) oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi tentang bunuh diri. Sekitar tahun 1896 ia menjadi professor penuh di Universitas Bordeaux. Tahun 1902 ia mendapat kehormatan mengajar di Universitas di Prancis yang terkenal, Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu sangat terkenal lainnya, The elementery Forins of Religious Life, diterbitkan pada tahun 1912. Kini Durkheim sering dianggap menganut pemikiran politik konservatif dan pengaruhnya dalam kajian sosiologi jelas bersifat konservatif pula. Tetapi dimasa hidupnya ia dianggap berpikiran liberal dan ini ditunjukan oleh peran publik aktif yang dimainkan dalam membela Alfred Drewfus, seorang kapten tentara Yahudi yang dijatuhi hukuman mati karena penghianatan yang oleh banyak orang dirasakan bermotif anti- Yahudi Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Prancis tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika dua puluh tahun sesudah kematiannya, yakni setelah terbitnya The Structure of Social Action (1973) karya Talcott Parsons. 

 2.2 Teori Emile Durkheim 

1. Teori Solidaritas (The Division of Labour In Society) Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Solidaritas menunjukan pada suatu keadaan hubungan antara individu dan kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. 

a. Solidaritas Mekanis Solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif (pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu). Karena masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama. 

 b. Solidaritas Organik Solidaritas organik dibentuk oleh hukum restitutif (ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks). Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukanya hilang. Dalam masyarakat ini perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran individual yang lebih mandiri.

 2. Teori Fakta Sosial Durkheim menyatakan bahwa “fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaanya terlepas dari manifestasi individual. Fakta sosial juga dibagi atas beberapa tipe, yakni: Fakta Sosial Material Fakta sosial material lebih muda dipahami karena bisa diamati, fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Fakta Sosial Non-Material Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu. Ia ada dalam fikiran individu, akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi tersebut akan mematuhi hukumnya sendiri Jenis Jenis Fakta Non-Material -Moralitas -Kesadaran kolektif -Representasi Kolektif -Arus sosial -Pikiran kelompok 

 3. Teori Bunuh Diri Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relatif merupakan fenomena konkrit dan spesifik. Dimana tersedia data yang bagus cara komperatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukan kekuatan disiplin sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri dibeberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data data yang dikumpulkan menunjukan kesimpulan bahwa gejala gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap struktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat. Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 

4 macam: Bunuh diri egoistis Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat pula bukan dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya. Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial. Bunuh diri Altruistis Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri, salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. Contoh lain bunuh diri di Jepang. Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup didunia. Bunuh diri Anomic Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu, gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan. Bunuh diri Faralistis Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri seperti seseorang yang masa depannya telah tutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. 

 4. Teori Tentang Agama

 Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan “ a unified system of belief and practices relative to sacret things”. Dan selanjutnya “ that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church all those who adhere to them” Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sakral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi. Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective sekalipun selalu ada perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggap sebagai makhluk yang paling sempurna, Kesimpulanya, Agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat, sesudah upacara keagamaan suasana keagamaan dibawah dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.

 BAB III 
PENUTUP  

3.1 KESIMPULAN

 Emile Durkheim adalah seorang sosiolog terkenal dari Prancis, selama hidupnya ia menulis banyak buku diantaranya adalah the division of labor in society. The rules of sociological method. Durkheim terkenal dengan teorinya yang disebut dengan “fakta sosial”. Menurutnya, fakta sosial adalah cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berperilaku pada diri individu sebagai sebuah paksaaan eksternal, atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat dan pada saat yang sama keberadaanya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual. 

 3.2 SARAN 

 Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, kami siap bersedia sampaikan pada kami. Apabila terdapat kesalahan kata maupun penulisan dapat dimaafkan dan dimaklumi, karena kami adalah hamba allah yang tak luput dari kesalahan. 


DAFTAR PUSTAKA 


 Paisal, Doktor. Biografi Emile Durkheim. Http://doktorpaisal.wordpress.com/2009/11/23biografi-emile-durkheim/.

 Susanto S.1979. pengantar sosiologi dan perubahan sosial.bandung:binacipta 

 Ritzer,george.2012.teori sosiologi dari sosiologi klasik sampai perkembangan terkahir post modern.jakarta:pustaka pelajar 

 Sunarto kamanto.2004. pengantar sosiologi.jakarta:Fakultas ekonomi universitas indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ESSAY PENGALAMAN PRIBADI MENJADI ANGKATAN EMAS DI MASA PANDEMI COVID-19